KESIMPULAN
Pengguna Internet di Indonesia masih jauh dari kesadaran akan pentingnya melindungi data mereka di Internet, hal ini akan menjadi obyek yang berbahaya bagi kejahatan dunia maya. Pelanggaran privasi bisa terjadi kapan saja tidak terbatas oleh letak geografis, kejahtan multi nasional ini sudah selayaknya menjadi perhatian semua elemen baik pemerintah, swasta, atau individual menjadi objek dari pelaku bahkan korban dari kejahatan di dunia maya,dan kejadian ini telah menjadi perhatian dunia international.
Dan karena adanya kejahatan tersebut hukum telah ditetapkan di banyak negara termasuk di Indonesia, konstitusi atau hukum privasi tidak serta merta menjadi pelindung bagi pengguna internet tanpa adanya sosialisasi dari pemerintah dan mengadakan pendidikan dan pelatihan oleh kalangan profesional dan kesadaran masyarakat itu sendiri akan pentingnya menjaga hak perlindungan privasi. Dan menindak pelaku kejahatan dengan hukum yang berlaku.
Hampir semua negara memiliki hukum yang berbeda, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain. Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian.
Kamis, November 29, 2012
Rabu, November 28, 2012
ANCAMAN HUKUM
Acuan Hukum yang Tersedia di Indonesia.
1. Undang- undang ITE
UNDANG-UNDANG ITE(INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK)
NOMOR 11 TAHUN 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. Bahwa pembangunan nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
b. Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal,merata,dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
d. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga,memelihara,dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
e. Bahwa pemanfaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
f. Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
g. Bahwa berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b,huruf c,huruf d,huruf e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang informasi transaksi elektronik:
I. Bab I, tentang Ketentuan Umum
II. Bab II,tentang Asas dan Tujuan
III. Bab III,tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
IV. Bab IV,tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
V. Bab V ,tentang transaksi elektronik
VI. Bab VI ,tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
VII. Bab VII,tentang perbuatan yang dilarang
VIII. Bab VIII,tentang penyelesain sengketa
IX. Bab IX,tentang peran pemerintah dan masyarakat
X. Bab X,tentang penyidikan
XI. Bab XI,tentang ketentuan pidana
XII. Bab XII,tentang ketentuan peralihan
XIII. Bab XIII,tentang ketentuan penutup
2. Undang- undang penyiaran.
UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 mempergunakan istilah rasa hormat terhadap hal pribadi sebagai suatu sikap yang harus dibangun dalam proses penyiaran. Ketentuan ini dipaparkan dalam pasal 48 yang memuat perintah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyusun dan memberlakukan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Stadar Program Siaran (P3 SPS).Sebagai tindak lanjutnya KPI telah menerbitkan P3 SPS yang memuat ketentuan-ketentuan yang memberikan pedoman penyelenggaran penyiaran. Terkait dengan dengan perlindungan Privasi P3 SPS memberikan aturan umum pada pasal 19, P3 SPS mengatur bahwa lembaga penyiaran wajib menghormat hak Privasi (hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subyek dan obyek berita. Dalam hal penyajian program (broadcasting), P3 SPS tidak mengatur secara detail kecuali yang terkait dengan reportase mengenai konflik dan hal-hal negatif dalam keluarga (Pasal 20), penyiaran hasil rekaman tersembunyi (Pasal 21) dan penayangan dari mereka yang tertimpa musibah (Pasal 23). Sehubungan dengan proses reportase diatur dalam P3 SPS terutama berkaitan dengan rekaman tersembunyi (pasal 21), pencegatan (doorstopping) (Pasal 22), peliputan bagi yang tertimpa musibah (Pasal 23). P3 SPS ditujukan untuk menjadi acuan bagi penyelenggaraan dan pengawasan sistem penyiaran di Indonesia. Dengan demikian P3 SPS bukanlah suatu produk hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan Privasi secara langsung melainkan hanya untuk mengurangi potensi pelanggaran Privasi dalam penyelenggaraan penyiaran. Namun demikian P3 SPS cukup patut untuk dianggap sebagai langkah maju dalam perlindungan Privasi. Setidak- tidaknya selebritis yang merasa terlanggar Privasi nya oleh penyelenggaran siaran dapat menjadikan P3 SPS sebagai acuan awal mengenai terjadinya pelanggaran. Bagaimana pun tentunya penyelenggaran siaran tidaklah ditujukan untuk merugikan pihak tertentu. Karena itu kewaspadaan penyelenggara siaran atas kemungkinan terjadinya pelanggaran Privasi perlu dibangun.
1. Undang- undang ITE
UNDANG-UNDANG ITE(INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK)
NOMOR 11 TAHUN 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. Bahwa pembangunan nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
b. Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal,merata,dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
d. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga,memelihara,dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
e. Bahwa pemanfaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
f. Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
g. Bahwa berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b,huruf c,huruf d,huruf e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang informasi transaksi elektronik:
I. Bab I, tentang Ketentuan Umum
II. Bab II,tentang Asas dan Tujuan
III. Bab III,tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
IV. Bab IV,tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
V. Bab V ,tentang transaksi elektronik
VI. Bab VI ,tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
VII. Bab VII,tentang perbuatan yang dilarang
VIII. Bab VIII,tentang penyelesain sengketa
IX. Bab IX,tentang peran pemerintah dan masyarakat
X. Bab X,tentang penyidikan
XI. Bab XI,tentang ketentuan pidana
XII. Bab XII,tentang ketentuan peralihan
XIII. Bab XIII,tentang ketentuan penutup
2. Undang- undang penyiaran.
UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 mempergunakan istilah rasa hormat terhadap hal pribadi sebagai suatu sikap yang harus dibangun dalam proses penyiaran. Ketentuan ini dipaparkan dalam pasal 48 yang memuat perintah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyusun dan memberlakukan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Stadar Program Siaran (P3 SPS).Sebagai tindak lanjutnya KPI telah menerbitkan P3 SPS yang memuat ketentuan-ketentuan yang memberikan pedoman penyelenggaran penyiaran. Terkait dengan dengan perlindungan Privasi P3 SPS memberikan aturan umum pada pasal 19, P3 SPS mengatur bahwa lembaga penyiaran wajib menghormat hak Privasi (hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subyek dan obyek berita. Dalam hal penyajian program (broadcasting), P3 SPS tidak mengatur secara detail kecuali yang terkait dengan reportase mengenai konflik dan hal-hal negatif dalam keluarga (Pasal 20), penyiaran hasil rekaman tersembunyi (Pasal 21) dan penayangan dari mereka yang tertimpa musibah (Pasal 23). Sehubungan dengan proses reportase diatur dalam P3 SPS terutama berkaitan dengan rekaman tersembunyi (pasal 21), pencegatan (doorstopping) (Pasal 22), peliputan bagi yang tertimpa musibah (Pasal 23). P3 SPS ditujukan untuk menjadi acuan bagi penyelenggaraan dan pengawasan sistem penyiaran di Indonesia. Dengan demikian P3 SPS bukanlah suatu produk hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan Privasi secara langsung melainkan hanya untuk mengurangi potensi pelanggaran Privasi dalam penyelenggaraan penyiaran. Namun demikian P3 SPS cukup patut untuk dianggap sebagai langkah maju dalam perlindungan Privasi. Setidak- tidaknya selebritis yang merasa terlanggar Privasi nya oleh penyelenggaran siaran dapat menjadikan P3 SPS sebagai acuan awal mengenai terjadinya pelanggaran. Bagaimana pun tentunya penyelenggaran siaran tidaklah ditujukan untuk merugikan pihak tertentu. Karena itu kewaspadaan penyelenggara siaran atas kemungkinan terjadinya pelanggaran Privasi perlu dibangun.
Kamis, November 22, 2012
KELOMPOK
1. SISKA PUSPAWATI (11103420)
2. DIAN ELISABET H. (11103458)
3. DWI INDRAYANI (11103490)
4. FITRIA ISNAENI (11103526)
5. JULIYANTI SITANGGANG (111035..)
2. DIAN ELISABET H. (11103458)
3. DWI INDRAYANI (11103490)
4. FITRIA ISNAENI (11103526)
5. JULIYANTI SITANGGANG (111035..)
CONTOH KASUS
1. Contoh Kasus di Luar Negeri
Supermodel Inggris, Naomi Campbell Perempuan kelahiran Streatham, London, Inggris, 22 Maret 1970 ,41 tahun yang lalu ini, menang kasus naik bandingnya pada Kamis (6/5) dalam gugat pelanggaran privasi terhadap sebuah harian setempat yang memuat foto-foto sang supermodel meninggalkan pertemuan konseling ketergantungan obat-obatan, demikian dikutip dari AP (Associated Press).
Dengan membatalkan keputusan pengadilan tingkat lebih rendah, pengadilan tertinggi Inggris The Law Lords mengambil keputusan tiga lawan dua bahwa harian The Daily Mirror telah melanggar privasi Campbell. Mereka juga membatalkan perintah agar Campbell membayar ganti rugi biaya penasihat hukum pihak harian ini senilai US$630,000.
Harian The Daily Mirror yang merupakan tabloid dengan sirkulasi tertinggi ketiga, adalah media sama yang memuat foto-foto pada Sabtu (1/5) tentang penyalahgunaan tindakan para tentara Sekutu terhadap para tawanan Irak. Departemen Pertahanan Inggris telah membuka penyelidikan atas tuduhan dan jika foto-foto yang diragukan keasliannya oleh para pakar.
Campbell telah meminta kepada panel The Law Lords yang menduduki bagian atas parlemen Inggris untuk membalikkan keputusan Oktober 2002 bahwa The Daily Mirror telah membenarkan pemuatan foto sang supermodel meninggalkan pertemuan grup NA (Narcotics Anonymous). Karena Campbell sebelumnya bohong kepada media tentang ketergantungannya pada obat-obatan.
"Nona Campbell senang dengan keputusan hari ini," kata pengacaranya, Keith Schilling, "Tak hanya merupakan pembebasan baginya secara pribadi, tapi yang lebih penting lagi adalah kemajuan nyata atas hak orang menjaga unsur-unsur penting dari privasi mereka, khususnya yang berkaitan dengan terapi," tambahnya.
Campbell tak hadir dalam keputusan pengadilan. Beberapa pihak khawatir bahwa keputusan ini akan membatasi kebebasan pers dengan mengabulkan beberapa tokoh publik keleluasaan berlebihan dengan privasi.
"Hari ini sangat baik bagi para primadona yang berbohong, menggunakan obat-obatan yang ingin menikmati kuenya dengan media, dan berhak menikmatinya tanpa malu bersama (minuman) sampanye merek Cristal," kata Piers Morgan, redaktur The Daily Mirror, "Jika ada kasus kurang pantas yang menciptakan secara efektif jalur lain pada undang-undang privasi, maka kasusnya adalah Nona Campbell, tetapi itulah dunia hiburan," tambahnya.
Campbell menggugat The Daily Mirror atas klaim bahwa harian ini melanggar haknya atas kerahasiaan dan telah melanggar privasinya dengan memuat foto-foto Februari 2001 dan berita yang menyebut detil-detil perawatannya dari ketergantungan obat-obatan. Campbell memberikan kesaksian dengan mengatakan ia merasa "shock, marah, dikhianati dan diperkosa" oleh berita itu.
Pada bulan April 2002, pengadilan tinggi berpihak pada Campbell dan memerintahkan The Daily Mirror membayar ganti rugi berupa biaya penasihat hukum dan kerugian US$6300. Keputusan itu kemudian dibalikkan pada naik banding enam bulan kemudian dan pengadilan memerintahkan Campbell membayar biaya penasihat hukum US$630,00 kepada harian ini.
Keputusan terbaru kembali membatalkan biaya ganti rugi ini. Schilling mengatakan Campbell tak pernah keberatan dengan pemberitaan The Daily Mirror bahwa sang supermodel mengalami masalah obat-obatan dan menyesatkan media. Tetapi Campbell hanya keberatan pada rincian perawatan sang supermodel dari ketergantungan obat-obatan.
Para hakim yang berpihak pada Campbell juga setuju. "Orang yang sedang dalam pemulihan dari ketergantungan obat-obatan memerlukan banyak ketekunan dan komitmen, serta dorongan tetap dari orang-orang sekitarnya," kata Baroness Hale selaku anggota panel, "Tingkah ceroboh ketika keadaan diakui pada tahap rentan bisa sangat merugikan," tambahnya.
Berbeda dengan kebanyakan negara Eropa, parlemen Inggris tak pernah memberlakukan undang-undang privasi dan para hakim telah ragu menciptakan undang-undang ini secara tak langsung melalui preseden hukum.
2. Contoh Kasus di Dalam Negeri
Converens Pers Dewi Sandra:
Mungkin kasus ini sudah lama banget. Tapi akan kami ulas kembali,karena privasi seseorang itu sangat penting,bagaimana tidak seorang sandra dewi foto yang mirip dia tersebar luas di internet,ya kalau saya jadi Sandra Dewi juga pasti saya risih,apalagi harus memamerkan badan atletis gwa,narsis.com.
Sandra Dewi kembali melakukan preskon untuk meng-klarifikasi foto-foto bugilnya yang merupakan hasil rekayasa orang yang tak bertanggung jawab. Dalam kesempatan tersebut, Sandra didampingi oleh seorang pengamat telematika Roy Suryo dan perwakilan dari Multivision.
Dalam pandangan Roy, foto-foto Sandra jelas dan nyata hasil rekayasa semata.
“Foto ini jelas merugikan Sandra Dewi secara mental maupun psikis. Untuk gambar kepala, master-nya diambil dari sebuah situs ternama. Dan kejahatan semacam ini memang ada belum ada undang-undangnya,” jelas Roy di Belezza Permata Hijau.
Lebih lanjut, kata Roy, dirinya sebagai pengamat telematika dan bukan pakar telematika seperti selama ini banyak disebut media, selalu berusaha memberikan jawaban setiap ada pertanyaan.
“Dan baru kali ini ada seorang artis secara tulus menelepon saya. Dalam kasus seperti ini ada tiga jenis motif. Pertama karena korban murni, kedua karena dijebak dan ketiga dengan sengaja orang tersebut menyebarkan untuk sebuah popularitas,” papar Roy.
“Dan kasus Sandra Dewi ini yang pertama. Jelas gambar ini masih terlihat kasar, tapi dengan kemajuan teknologi tidak menutup kemungkinan akan terlihat lebih halus pada tahun mendatang,” tambahnya.
Sementara Sandra mengaku bahwa foto-foto bugil hasil rekayasa tersebut merupakan satu bentuk fitnah atas dirinya.
Minggu, November 04, 2012
PENGERTIAN
Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to Privacy" di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun 1888 menggambarkan Right to Privacy sebagai Right to be Let Alone atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Prosser atas bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media. Adapun peristiwa-peristiwa itu yakni :
1. Intrusion, yaitu tindakan mendatangi atau mengintervensi wilayah personal seseorang tanpa diundang atau tanpa ijin yang bersangkutan. Tindakan mendatangi dimaksud dapat berlangsung baik di properti pribadi maupun diluarnya. Kasus terkait hal ini pernah diajukan oleh Michael Douglas dan istrinya Catherine Zeta Jones yang mempermasalahkan photo pesta perkawinan mereka yang diambil tanpa ijin oleh seorang Paparazi. Kegusaran Douglas timbul karena sebenarnya hak eksklusif pengambilan dan publikasi photo dimaksud telah diserahkan kepada sebuah majalah ternama.
2. Public disclosure of embarrassing private facts , yaitu penyebarluasan informasi atau fakta-fakta yang memalukan tentang diri seseorang. Penyebarluasan ini dapat dilakukan dengan tulisan atau narasi maupun dengan gambar. Contohnya, dalam kasus penyanyi terkenal Prince vs Out Magazine, Prince menggungat karena Out Magazine mempublikasi photo setengah telanjang Prince dalam sebuah pesta dansa. Out Magazine selamat dari gugatan ini karena pengadilan berpendapat bahwa pesta itu sendiri dihadiri sekitar 1000 orang sehingga Prince dianggap cukup menyadari bahwa tingkah polah nya dalam pesta tersebut diketahui oleh banyak orang.
3. Publicity which places some one false light in the public eye, yaitu publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap seseorang. Clint Eastwood telah menggugat majalah The National Enquirer karena mempublikasi photo Eastwood bersama Tanya Tucker dilengkapi berita Clint Eastwood in love triangle with Tanya Tucker. Eastwood beranggapan bahwa berita dan photo tersebut dapat menimbulkan pandangan keliru terhadap dirinya.
4. Appropriation of name or likeness yaitu penyalahgunaan nama atau kemiripan seseorang untuk kepentingan tertentu. Peristiwa ini lebih terkait pada tindakan pengambilan keuntungan sepihak atas ketenaran seorang selebritis. Nama dan kemiripan si selebritis dipublisir tanpa ijin.
KEMUNGKINAN PELANGGARAN PRIVASI DALAM PROSES PENYIARAN
Keempat contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan, seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment.
sebagai contoh :
1. Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.
2. Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
3. Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
ACUAN HUKUM YANG TERSEDIA DI INDONESIA
Karena memang tidak berasal dari akar budaya masyarakat kita, maka perlindungan Privasi seperti tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Seandainya pun ada ketentuan hukum yang mengaturnya maka pengaturan tersebut dilakukan secara parsial dan tidak menyeluruh. Khusus untuk wilayah penyiaran, UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 mempergunakan istilah Rasa Hormat Terhadap Hal Pribadi sebagai suatu sikap yang harus dibangun dalam proses penyiaran. Ketentuan ini dipaparkan dalam pasal 48 yang memuat perintah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyusun dan memberlakukan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Stadar Program Siaran (P3 SPS).Sebagai tindak lanjutnya KPI telah menerbitkan P3 SPS yang memuat ketentuan-ketentuan yang memberikan pedoman penyelenggaran penyiaran. Terkait dengan dengan perlindungan Privasi P3 SPS memberikan aturan umum pada pasal 19, P3 SPS mengatur bahwa lembaga penyiaran wajib menghormat hak Privasi (hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subyek dan obyek berita. Dalam hal penyajian program (broadcasting), P3 SPS tidak mengatur secara detail kecuali yang terkait dengan reportase mengenai konflik dan hal-hal negatif dalam keluarga (Pasal 20), penyiaran hasil rekaman tersembunyi (Pasal 21) dan penayangan dari mereka yang tertimpa musibah (Pasal 23). Sehubungan dengan proses reportase diatur dalam P3 SPS terutama berkaitan dengan rekaman tersembunyi (pasal 21), pencegatan (doorstopping) (Pasal 22), peliputan bagi yang tertimpa musibah (Pasal 23). P3 SPS ditujukan untuk menjadi acuan bagi penyelenggaraan dan pengawasan sistem penyiaran di Indonesia. Dengan demikian P3 SPS bukanlah suatu produk hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan Privasi secara langsung melainkan hanya untuk mengurangi potensi pelanggaran Privasi dalam penyelenggaraan penyiaran. Namun demikian P3 SPS cukup patut untuk dianggap sebagai langkah maju dalam perlindungan Privasi. Setidak- tidaknya selebritis yang merasa terlanggar Privasi nya oleh penyelenggaran siaran dapat menjadikan P3 SPS sebagai acuan awal mengenai terjadinya pelanggaran. Bagaimana pun tentunya penyelenggaran siaran tidaklah ditujukan untuk merugikan pihak tertentu. Karena itu kewaspadaan penyelenggara siaran atas kemungkinan terjadinya pelanggaran Privasi perlu dibangun.
1. Intrusion, yaitu tindakan mendatangi atau mengintervensi wilayah personal seseorang tanpa diundang atau tanpa ijin yang bersangkutan. Tindakan mendatangi dimaksud dapat berlangsung baik di properti pribadi maupun diluarnya. Kasus terkait hal ini pernah diajukan oleh Michael Douglas dan istrinya Catherine Zeta Jones yang mempermasalahkan photo pesta perkawinan mereka yang diambil tanpa ijin oleh seorang Paparazi. Kegusaran Douglas timbul karena sebenarnya hak eksklusif pengambilan dan publikasi photo dimaksud telah diserahkan kepada sebuah majalah ternama.
2. Public disclosure of embarrassing private facts , yaitu penyebarluasan informasi atau fakta-fakta yang memalukan tentang diri seseorang. Penyebarluasan ini dapat dilakukan dengan tulisan atau narasi maupun dengan gambar. Contohnya, dalam kasus penyanyi terkenal Prince vs Out Magazine, Prince menggungat karena Out Magazine mempublikasi photo setengah telanjang Prince dalam sebuah pesta dansa. Out Magazine selamat dari gugatan ini karena pengadilan berpendapat bahwa pesta itu sendiri dihadiri sekitar 1000 orang sehingga Prince dianggap cukup menyadari bahwa tingkah polah nya dalam pesta tersebut diketahui oleh banyak orang.
3. Publicity which places some one false light in the public eye, yaitu publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap seseorang. Clint Eastwood telah menggugat majalah The National Enquirer karena mempublikasi photo Eastwood bersama Tanya Tucker dilengkapi berita Clint Eastwood in love triangle with Tanya Tucker. Eastwood beranggapan bahwa berita dan photo tersebut dapat menimbulkan pandangan keliru terhadap dirinya.
4. Appropriation of name or likeness yaitu penyalahgunaan nama atau kemiripan seseorang untuk kepentingan tertentu. Peristiwa ini lebih terkait pada tindakan pengambilan keuntungan sepihak atas ketenaran seorang selebritis. Nama dan kemiripan si selebritis dipublisir tanpa ijin.
KEMUNGKINAN PELANGGARAN PRIVASI DALAM PROSES PENYIARAN
Keempat contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan, seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment.
sebagai contoh :
1. Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.
2. Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
3. Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
ACUAN HUKUM YANG TERSEDIA DI INDONESIA
Karena memang tidak berasal dari akar budaya masyarakat kita, maka perlindungan Privasi seperti tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Seandainya pun ada ketentuan hukum yang mengaturnya maka pengaturan tersebut dilakukan secara parsial dan tidak menyeluruh. Khusus untuk wilayah penyiaran, UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 mempergunakan istilah Rasa Hormat Terhadap Hal Pribadi sebagai suatu sikap yang harus dibangun dalam proses penyiaran. Ketentuan ini dipaparkan dalam pasal 48 yang memuat perintah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyusun dan memberlakukan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Stadar Program Siaran (P3 SPS).Sebagai tindak lanjutnya KPI telah menerbitkan P3 SPS yang memuat ketentuan-ketentuan yang memberikan pedoman penyelenggaran penyiaran. Terkait dengan dengan perlindungan Privasi P3 SPS memberikan aturan umum pada pasal 19, P3 SPS mengatur bahwa lembaga penyiaran wajib menghormat hak Privasi (hak atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subyek dan obyek berita. Dalam hal penyajian program (broadcasting), P3 SPS tidak mengatur secara detail kecuali yang terkait dengan reportase mengenai konflik dan hal-hal negatif dalam keluarga (Pasal 20), penyiaran hasil rekaman tersembunyi (Pasal 21) dan penayangan dari mereka yang tertimpa musibah (Pasal 23). Sehubungan dengan proses reportase diatur dalam P3 SPS terutama berkaitan dengan rekaman tersembunyi (pasal 21), pencegatan (doorstopping) (Pasal 22), peliputan bagi yang tertimpa musibah (Pasal 23). P3 SPS ditujukan untuk menjadi acuan bagi penyelenggaraan dan pengawasan sistem penyiaran di Indonesia. Dengan demikian P3 SPS bukanlah suatu produk hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan Privasi secara langsung melainkan hanya untuk mengurangi potensi pelanggaran Privasi dalam penyelenggaraan penyiaran. Namun demikian P3 SPS cukup patut untuk dianggap sebagai langkah maju dalam perlindungan Privasi. Setidak- tidaknya selebritis yang merasa terlanggar Privasi nya oleh penyelenggaran siaran dapat menjadikan P3 SPS sebagai acuan awal mengenai terjadinya pelanggaran. Bagaimana pun tentunya penyelenggaran siaran tidaklah ditujukan untuk merugikan pihak tertentu. Karena itu kewaspadaan penyelenggara siaran atas kemungkinan terjadinya pelanggaran Privasi perlu dibangun.
Langganan:
Postingan (Atom)